- Madu adalah obat tingkatan tertinggi, berdasarkan firman Allah : “Di dalamnya (madu) terkandung obat bagi manusia.” (QS: An-Nahl (16): 69). Nabi Muhammad juga menyebut madu sebagai obat untuk segala penyakit.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, dia berkata,”Seorang lelaki datang kepada Nabi
Muhammad SAW lantas dia berkata,”Sesungguhnya saudara laki-lakiku mengeluhkan
sakit diare”.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Minumilah dia dengan madu”.
Kemudian lelaki itu datang lagi kepada beliau sembari mengatakan, ‘Saya
sungguh sudah memberinya minum dengan madu tetapi tetap saja diare’.
Rasulullah SAW bersabda kepada dia seperti itu sampai tiga kali. Kemudian
dia datang untuk kali keempat, maka beliau bersabda, “Minumilah dia dengan
madu.”
Orang itu berkata, “Sesungguhnya saya sudah memberinya minum madu, tetapi
itu hanya menambahinya sakitnya”.
Rasulullah SAW bersabda, “Allah Mahabenar dan perut saudaramu itulah yang
berdusta”.
Dalam riwayat yang lain,
“Sesungguhnya saudaraku tidak sehat perutnya,” maksudnya terjadi kerusakan pada
sistem pencernaan dan mengalami sakit perut.
Nabi Muhammad SAW memberitahu obatnya madu, karena sakit perutnya itu disebabkan
oleh disfungsi alat pencernaan. Oleh karena itu beliau menyuruhnya meminum
madu, untuk menghilangkan sisa makanan yang menumpuk di sekeliling perut dan
usus, karena madu bisa menggolontorkan dan menghilangkan sisa makanan.
Pada perut besar (lambung) itu seringkali terdapat zat-zat sisa yang
melekat padanya, sehingga menghalangi keberadaan makan di situ karena banyaknya
zat yang melekat tersebut.
Unsur-unsur yang melekat itu adalah sisa makanan
yang bentuknya seperti beludru sutra yang ditempeli oleh campuran-campuran
residu.
Hal itu merupakan makanan yang paling merusak. Obatnya dan yang dapat
melenyapkannya adalah madu. Madu adalah obat terbaik untuk mengatasi keadaan
seperti ini, terutama bila dicampur dengan air hangat.
Untuk mengulangi minum madu ada aturan medisnya, yakni dengan menggunakan
prinsip: obat itu harus sesuai dengan penyakit yang diobati, baik volume maupun
kuantitasnya.
Jika kadar dan kuantitas obatnya kurang dari kadar dan kuantitas
penyakitnya maka dia tidak akan dapat menghilangkannya secara total.
Demikian
pula halnya bila obatnya terlalu banyak, makan akan menimbulkan bahaya yang
lainnya.
Tatkala Nabi Muhammad SAW memerintah seorang sahabat beliau agar memberi minum temannya dengan madu, lalu dia tidak memberinya dengan kadar yang memadai untuk menyembuhkan penyakit, maka dia harus bolak-balik menemui Nabi Muhammad SAW, sampai akhirnya Nabi Muhammad SAW menyuruhnya mengulangi lagi sampai pada kadar yang memadai untuk melawan penyakit, maka penderita sakit itu sembuh, dengan izin Allah Ta’ala. Pemakaian obat dengan dosis yang tepat dan cara yang benar sesuai kadar dan kekuatan penyakit maupun penderita merupakan kaidah medis terpenting.
Pada sabda Nabi Muhammad SAW, “Allah Mahabenar dan perut saudaramu itu bohong”.
Terkandung isyarat bahwa manfaat obat ini pasti dapat direalisasikan.
Adapun
masih bercokolnya penyakit pada tubuh penderita itu bukan karena kelemahan
obat, tetapi karena kebohongan perut penderita dan banyaknya elemen yang rusak
di dalamnya.
Oleh karenanya Rasulullah menyuruhnya untuk mengulangi minum madu,
tujuannya untuk menyempurnakan proporsinya dan mengalahkan penyakit yang
bercokol.
Pengobatan Nabi itu tidak seperti terapi medis para dokter, karena
pengobatan nabi merupakan ketetapan ilahi yang bersumber dari wahyu, pelita
kenabian, dan kesempurnaan akal. Yang mendapatkan manfaat dari pengobatan Nabi
hanyalah orang yang menerimanya dengan penerimaan total dan keyakinan kuat
terhadap keberhasilan pengobatan itu.
Penerimaan tidak akan sempurna kecuali dengan iman dan kepatuhan dengan
berserah diri kepada Allah.
Pengobatan nabi hanya sesuai bagi tubuh yang baik.
Terapi Al-Quran akan tepat bagi ruh dan hati yang hidup.
Dengan kata lain,
manfaat akan terwujud ketika ada
kebenaran akidah, kekuatan keyakinan, dan keikhlasan dalam iman kepada
Allah yang menurunkan AlQuran AlKarim.
Benarlah Rasul SAW yang
dikaruniai dengan jawami’ul bayan (kemampuan memberi penjelasan yang
singkat tetapi padat dan komprehensif).
- Pada kitab Zad Al-Ma’ad, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan hadis tersebut dengan berkomentar,”Madu adalah makanan bergizi sebagaimana makanan bergizi lainnya, obat diantara obat-obatan yang lainnya, minuman di antara berbagai minuman yang ada, yang manis diantara makanan manis lainnya, cairan yang melegakan, sebagaimana cairan yang lainnya, tetapi tiada sesuatu pun yang diciptakan untuk kita yag sepadan dan melampaui dari kandungan berkhasiat yang terdapat pada madu, bahkan tiada pula yang setara atau mendekatinya, dan tiada yang lebih dipercayai oleh orang-orang terdahulu daripada minuman itu.
Nabi Muhammad SAW meminumnya dengan dicampur air sebelum makan apapun dan
beliau menghasung umat Islam untuk melakukannya juga.
- Dari Abu Hurairah ra secara marfu’ (Rasulullah SAW bersabda), “Barangsiapa yang minum madu dalam tiga pagi (tiga kali) pada setiap bulan, maka dia tidak akan ditimpa bala’ (penyakit yang besar)” (HR Ibnu Majah) Pada hadis yang lain: “Kalian harus melazimi dua obat: madu dan AlQuran” (HR Ibnu Majah).
Dengan demikian, terhimpunlah antara terapi manusiawi dan terapi ilahi,
antara terapi badani dengan terapi ruhani, antara pengobatan yang bersumber
dari bumi dengan pengobatan langit.
Madu itu sudah mencukupi bagi penderita sakit, sehingga dia tak perlu ke
dokter, kamar operasi, maupun apotik. Begitulah, ketika orang yang sakit
meyakini bahwa di dalam madu itu
terkandung kesembuhannya, maka Allah dengan keyakinan si penderita itu pasti
akan menyembuhkan dan menyehatkanya dari segala penyakit.
Sya’ban Ahmad Salim. Ensiklopedi Pengobatan Islam. Sukoharjo: Pustaka
Arofah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar